Kemuliaan dan Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan nikmat iman dan Islam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Nabi dan utusan-Nya kepada seluruh umat manusia dengan membawa cahaya Islam, juga kepada keluarga dan para sahabatnya.

Bulan Dzulhijjah sebentar lagi menghampiri kita. Pada sepuluh hari pertamanya terdapat banyak kemuliaan dan keutamaan. Hari-hari tersebut disediakan oleh Allah sebagai musim ketaatan dan kesempatan beramal shalih yang bersifat tahunan. Maka hendaknya seorang muslim memperhatikan keberadaannya, memanfaatkannya dengan melaksanakan berbagai ibadah yang disyariatkan, menjaga perkataan dan amal yang shalih agar mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala dan membantunya dalam menghadapi kehidupan ini dengan jiwa yang tenang dan semangat yang berkobar.

10 hari pertama dari bulan Dzul Hijjah merupakan hari-hari yang sangat mulia dan penuh barakah. Bukti kemuliaan ini, Allah Ta’ala bersumpah dengannya dalam Al-Qur’an al-Karim.

وَالْفَجْرِ وَلَيَالٍ عَشْرٍ

Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al-Fajr: 1-2)

Imam al-Thabari dalam menafsirkan “Wa layaalin ‘asr” (Dan malam yang sepuluh), “Dia adalah malam-malam sepuluh Dzulhijjah berdasarkan kesepakatan hujjah dari ahli ta’wil (ahli tafsir).” (Jaami’ al Bayan fi Ta’wil al-Qur’an: 7/514)

Penafsiran ini dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat ini, “Dan malam-malam yang sepuluh, maksudnya: Sepuluh Dzulhijjah sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Mujahid, dan lebih dari satu ulama salaf dan khalaf.” (Ibnu Katsir: 4/535) selengkapnya…

Keutamaan Bulan Rajab dalam Timbangan

Allah telah memuliakan beberapa hari, malam, dan bulan atas sebagian yang lainnya. Semua ini sesuai dengan hikmah ilahiyah yang sangat dalam. Tujuannya, agar para hamba lebih giat melaksanakan kebaikan dan memperbanyak amal shalih di dalamnya. Tetapi, syetan dari jenis manusia dan jin senantiasa berusaha menghalangi mereka dari jalan yang lurus dan mengintai mereka dari segala penjuru agar tidak jadi melaksanakan kebaikan-kebaikan. Syetan juga menipu umat manusia dengan menanamkan keyakinan bahwa saat-saat yang utama dan penuh rahmat tersebut adalah kesempatan  mereka untuk berleha-leha dan bersantai serta menuruti nafsu dan syahwat.

Syetan juga menggoda kelompok yang lain -biasanya dari kalangan juhal yang terlihat agamis, para pemimpin, dan tokoh masyrakat- dengan ditakut-takuti akan kehilangan kesempatan memperoleh pahala yang besar sehingga mereka berlomba-lomba menciptakan ibadah baru (bid’ah) yang tidak pernah Allah turunkan perintah tentangnya.

Hassan bin ‘Athiyah berkata, “Tidaklah suatu kaum membuat kebid’ahan dalam agama mereka kecuali Allah mencabut perkara sunnah dari mereka yang semisal, dan tidak akan mengembalikannya kepada mereka hingga hari kiamat.” (Al-Hilyah: 6/73)

Bahkan Ayyub Al-Syakhtiyani mengatakan, “Tidaklah pelaku bid’ah bersungguh-sungguh dalam kebid’ahannya kecuali akan menambah jauh dari Allah,” (Al-Hilyah: 3/9)

Di antara perkara yang paling nampak dari kebid’ahan dari musim tersebut adalah perbuatan bid’ah yang telah dikerjakan oleh sebagian ahli ibadah di pelosok negeri pada bulan Rajab. Berikut ini kami tampilkan beberapa persoalan yang sudah diperbincangkan para ulama untuk mengingatkan umat dari mengada-adakan perkara baru dalam berislam.

“Tidaklah pelaku bid’ah bersungguh-sungguh dalam kebid’ahannya kecuali akan menambah jauh dari Allah,” (Al-Hilyah: 3/9)

Apakah Rajab memiliki keutamaan khusus dibandingkan bulan lainnya? selengkapnya…